Breaking News
recent

Hermeneutika


  • RUANG LINGKUP DAN SEJARAH SINGKAT HERMENEUTIKA


A.    Definisi dan Ruang Lingkup Hermeneutika

Secara etimologis kata hermeneutika diambil dari bahasa Yunani, yakni hermneuein, yang berarti “menjelaskan”. Kata tersebut diserap kedalam bahasa jerman hermeneutic  dan bahsa inggris  hermeneutics. Keberagaman dan kebertingkatan definisi hermeneutika dikemukakakn oleh Hans Georg Gadamer dalam artikelnya dia mengemukakan bahwa “hermeneutika adlah seni praktis, yakni techne, yang digunakan dalam hal-hal seperti berceramah, menafsirkan bahasa-bahasa latin, menerangkan dan menjelaskan teks-teks dan sebgai dasar dari semua ini ( ia merupakan ) seni memahami, sebuah seni yang secar khusus dibutuhkan ketika makna suatu ( teks ) itu tidak jelas”. Dengan makna ini pulalah Friedrich Schleiermacher mengemukakan mengartikan istilah tersebut dengan “ seni memahami secara benart bahasa orang lain, khususnya bhas tulis.
Untuk lebih jelasnya, keberagaman dan kebertingkatan defenisi Hermeneutika tersebut dapat kita lihat dalam pemamparan Ben Vedder dalam bukunya Was it Hermeneutika ? dalam buku ini dia membedakan empat terms yang salng terkait satu dengan yang lainnya. Empat terma yang dimaksud adalah :
1.      Hermeneuse : Vedder mendefenisikan istilah ini dengan penjelasan atau interpretasi sebuah teks, karya seni atau prilaku seseorang. Dari defenisi tersebut dapatlah diketahui bahwa istilah tersebut me-refer  kepada aktivitas penafsiran terhadap obyek-obyek tertentu, seperti teks, symbol-simbol seni ( lukisan, sovel, puisi dll ) dan prilaku seseorang.
2.      Hermeneutik : sejarah hermeneutika, menurut Vedder, membicarakan secara kontinu aturan-aturan penafsiran. Apa yang dimaksudkan oleh Vedder ini mirip dengan apa yang dikemukakan oleh Matthias Jung ketika dia menyampaikan bahaw hermeneutic adalah teknik menguak keastuan makna teks.
3.      Philosophische Hermeneutika :  Hermeneutika piloofis tidak lagi membicarakan metode eksegetik tertentu sebagai obyek pembahasan inti, melainkan hal-hal yang terkait dengan kondisi-kondisi kemungkinan yang dengannya seseorang dapat memahami dan menafsirkan sebuah teks, symbol atau prilaku.
4.      Hermeneutische Philosophie : Apa yang disebut denganb ‘filsafat hermeneutis’ adalah bagian dari pemikiran-pemikiran filsafat yang mencoba menjawab problem kehidupan manusia dari sejarah dan tradisi. Jadi, proses pemahaman terkat dengan problem-problem seperti epistemology, ontology, etika dan aestetika.


Meskipun para ahli memberikan definisi hermeneutika yang berbeda-beda, namun mereka sepakat bahwa hermeneutika membahas metode metode yang tepat untuk memahami dan menafsirkan hal-hal yang perlu ditafsirkan, seperti ungkapan ungkapan atau symbol-simbol yang Karena berbagai macam factor sulit untuk dipahami. Ini adalah hermeneutika dalam arti sempit. Dalam arti luas, bias dikatakan bahwa hermeneutika adalah cabang dari ilmu pengetehuan yang membahas hakekat metode dan syarat serta prasyarat penfsiran.  
B.     Sejarah Singkat Perkembangan Hermeneutika
1.Hermeneutika Teks Mitos
Hermeneutika sebagai satu cabang ilmu tidaklah muncul secara serta merta, melainkan secar bertahap. Sebagai embrio, hermeneutika telah disinggung dalam Filsafat Antik di Yunani kuno. Obyek penafsiran pada saat itu teks-teks kanonik ( telah dibukukan ), baik yang berupa kitab suci, hukum, puisi, maupun mitos. Di yunani kuno terdapat mitos dan epos Hommer, yakni “ Illias “dan “Odyssee” ( abad ke 8 ), perbedaan antara makna hakikat ( literal ) dan makna majazi ( allegoris ) sebuah teks pertama kali dilakukan oleh Hommerdan Hesiod. Menguak makna terdalam dibalik kata-kata adalah suatu tugas hermeneutis yang mereka lakukan.
2. Hermeneutika Teks Kitab Suci
Penafsiran allegoris kemudian dikembangkan terutama oleh para filosof stoa dan dipraktekan oleh para teolog masa pratistik, seperti Phlio von Alexandrien ( abad ke 1) terhadap perjanjian lama secara mendalam dan medodis. Karena keseriusan phlio dalam pemaknaan teks secara allegoris, dia dikenal sebagai ( bapak penafsiran allegoris ), diantara contoh penafsiran allegoris yang cukup terkenal adalah penafsiran phlio terhadap Heholied ( kidung agung ) dalam perjanjian lama yang memuat kisah erotis. Kidung agung ini ditafsirkan sebagai hubungan kecintaan yeus terhadap greja. Sebagian sejarawan hermeneutika bible meringkas empat macam makbna tersebut kedalam dua macam makna allegoris, tropologisdan  anagogis. Hal yang sangat mendasr untuk diperhatikan adalah dalam penafsiran adlah bahwa seorang penafsir harus mempunyai tiga hal prinsip, yakni keyakinan, harapan dan keciuntan terhadap teks.
Perlu dicatat juga adlah bahwa criteria penafsiran pada abad pertengahan masih terkait dengan tradisi dogmatic Kristen. Hal ini baru berubah dengan adanya Reformasi yang dipelopori oleh Marti Luther adalah bahwa bible menafsirkan dirinya sendiri ( artinya bible tidak ditafsirkan menurut perespektif tradisi Kristen/Greja ). Kajian-kajian Bibel pada abad ke-19 dan ke-20 ditandai khususnya dengan obyektivitas saintifik dan positivism historis. Cirri-ciri ini dapat dilihat dalam sejarah kesuksesan yang spektakuler dari kajian bibel pada mas modern. Pad abad ke-19 kajian bibel dipandang sebagai disiplin ilmu yang mandiri, terlepas dari disiplin hokum dan teologi, dank karena itu memiliki prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur keilmuan sendiri. Bagi para ahli dalam bidang ini, penafsiran klasik dipandang sebagai sumber kontaminasi terhadap teks Bibel, sehingga harus dibuang untuk dapat menemukan dan memahami makna historis teks.
3. Hermeneutika Umum ( Algemiene Hermeneutik )
Yang menendai perbedan antara hermeneutika klasik dan hermeneutika modern adalah bahwa pada masa lalu hermeneutika difokuskan untuk menafsirkan teks-teks suci, seperti mitos dan epos,sementara pada masa modern hermeneutika tidak hanya terkait dengan teks-teks kanonik saja, melainkan juga terkait dengan segala hal yang bisa ditafsirkan. Jadi, hal ini menyangkut seluruh bidang ilmu social. Inilah yang disebut dengan algemiene         ( atau, universale )  hermeneutic atau hermeneutica generalis.
   Ahli-ahli hermeneutic umum pada masa modern ini bias dibagi ke dalam dua bagian : (1) pada atahap awal (2) pada tahap kedua. Filosof dan teolog modern yang yang dipandang sebagai salah satu penggagasa algemeine  hermeneutik pada tahap pertama adalah Johann Conrad Dannhauer ( 1603-1666 ). Sedangkan pada tahap kedua, hermeneutika um um dipelopori oleh Ernst Schleiermacher dan Wilhelm Dilthey.meskipun demikian sebenarnya embrio algemiene hermeneutic sudah ada sejak masa para pilosof Yunani kuno, seperti Aritoteles.
   Pemikiran Aristoteles dalam “ peri hermeneias ” ini kemudian dikembangkan antara lain oleh dannhauer dalam bukunya Idea boni Interpretis et Maliotesi Calumniatoris ( 1630 ). Menurutnya obyek material hermeneutika umum adalah symbol-simbol apapun yang didasrkan pada kesepakatan yang disebutnya dengan istilah ‘signa voluntaria ‘, termasuk di dalamnya simbol-simbol doctrinal ( signa doctinalia ),  symbol-simbol alam ( seperti asap sebagai symbol adanya api )dan symbol-simbol non verbal seperti gambar dll. Adapun obyek formal algemeine hermeneutik adalah ungkapan yang mengandung pelajaran dan sulit dipahami baik dari segi sintaks ataupun logika.
  • RAGAM DAN ALIRAN HERMENEUTIKA ( UMUM ) MODERN

Munculnya satu aliran seringkali merupakan tanggapan kritis atau pengebangan dari aliran yang ada sebelumnya. Dialektika semacam ini merupakan faktor yang dapat menyebabkan atau mendorong perkembangan dan kematangan suatu bidang ilmu tertentu. Aliran hermeneutika pada dasarnya sangat beragam. Dalam satu sliran saja terdapat model-model pemikiran yang bervariasi yang saling melengkapi satu terhadap yang lainnya. Masing-masing pemikir memiliki karakteristik pemikirannya sendiri. Meskipun demikian, dari segi pemaknaan terhadap obyek penafsiran aliran hermeneutika dapat dibagi kedalam tiga aliran utama :
Ø  Aliran Obyektivis : aliran yang lebih mnekankan pada pencarian makna asal dari obyek penafsiran ( teks tertulis, teks diucapkan, prilaku, symbol-simbol kehidupan dll.)
Ø  Aliran Subyektivis : Aliran yang lebih menekankan pada peran pembaca/penafsir dalam pemaknaan terhadap teks
Ø  Aliran Obyektivis-cum-Subyektivis : Aliran ini memberikan keseimbangan antara pencarian makna asal teks dan peran pembaca dalam penafsiran.

A.    Aliran Obyektivis
1.       Hermeneutika Friedrich Schleiermacher ( 1768-1834 ) : Gramatikal dan Psikologis
a). Biografi Schleiermacher
Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher dilahirkan pada tahun 1768 di Breslau (jerman) dalam keluarga protestan. Dia dia menempuh pendidikan di Institusi- institusi Morovian Brethren, Karena dia skeptic terhadap beberapa doktrin Kristianai, dia pada tahun 1787 pindah ke Universitys of  Halle yang dipandangnya lebih liberal, namun dia di perguruan tinggi ini tetap mempelajari teologi. Pada rentang waktu anatara 1790-1793 selain sibuk mengajar dia menyempatkan diri untuk mempelajari dan mengkritisi pemikir-pemikir besar, seperti Spinoza dan Immanuel Kant, Pada tahun-tahun berikutnya dia melakukan aktivitas dan menulis banyak artikel dan buku.

b). Pemikiran Hermeneutika Schleiermacher
Berbeda dengan pemikir-pemikir sebelumnya Schleiermacher tidak hanya menempatkan hermeneutika sebagai perangkat penafsiran terhadap teks Bibel dan teks-teks klasik lainnya. Lebih dari itu dia menempatkan hermeneutika secara luas, yakni problem of human understanding as such. Dalam pengantar bukunya Hermeneutics and Critism, Schleiermacher mencoba memposisikan hermeneutikan ditengah-tengah pemikiran hermeneutika lainnya. Dia mengatakan hermeneutika sebagai seni memahami belum ekssis dalam bentuknya yang umum, yang ada hanyalah bebrapa bentuk hermeneutika spesifik / khusus.

2.      Prinsip-prinsip Hermeneutika Gramatikal dan Psikologis
Schleiermacher mengatakan secara eksplisit bahwa hermeneutika yang dibangunnya adalah hermeneutika Garamatikal dan Psikologis
·         Hermeneutika Garamatikal
Hermeneutika garamatikal adalah penafsiran yang didasarkan pada analisa bahsa. Karena itu seorang penafsir teks harus menguasai aspek-aspek bahasa.dalam pandangan Schleiermacher, ada beberapa prinsip dan kaedah linguistic yang harus dipegangi
Ø  Pertama, dalam upaya memahami sebuah teks, seseorang harus mencari tahu makna kata-kata dan konteksnya yang memang telah dikenal oleh pengarang dan audiensnya.
Ø  Kedua, suatu kata dalam sedbuah kalimat dapat diketahui dengan cara memperhatikan makna kata-kata yang berada sebelum dan sesudah kata tersebut dalam rangkaian suatu kalimat.
Ø  Ketiga, menurut prinsip ini, karya seseorang merupakan bagian dari bahasa dan kehidupan pengarangnya.

·         Hermeneutika Psikologis
Secara  garis besar, berpendapat bahwa seseorang tidak bias memahami sebuah teks hanya dengan semata-mata memperhatikan aspek bahsa saja, melainkan juga dengan memperhatikan aspek kejiwaan pengarangnya. Dalam hal ini, Schleiermacher menawwarkan dua metode penting, yakni                            divinatory method : maksudnya adalah dimana seseorang mentransformasikan dirinya atau memasukan dirinya ke dalam kejiwaan orang lain dan mencoba memahami orang itu seccara langsung.
  comparative method : adalah bahwa seorang mufassir berusaha memahami       seseorang dengan cara membandingkannya dengan orang-orang lain, dengan asumsi bahwa mereka sama-sama memiliki sesuatu yang universal (universal thing)atau dengan kata lain “kesamaan-kesamaan”
Schleiermacher memandang penting pengkajian tentang aspek-aspek kejiwaan pengarang teks karena dia berasumsi bahwa teks itu merupakan ekspresi diri seseorang.
B.     Aliran Obyektivis-cum-Subyektivis
Terkait dengan aliran kedua, yakni Obyektivis-cum-Subyektivis hanya akan diterankan pandangan-pandangan hermenutis yang ditawarkan oleh Hans-Georg Gadamer dan Goerg Gracia .
1.      Hermeneutika Hans-Georg Gadamer
Karya gadamer Wahrheit und Method (  kebenaran dan metode ) memuat pokok-pokok pikirannya tantang hermenenutika  Filosofis yang tidak hanya berkitan dengan dengan teks, melainkan seluruh obyek  ilmu social dan humaniora. Meskipun demikian, bahasa dalam sebuah teks tertentu masih mendapt porsi                      perhatian Gadamer yang cukup tinggi dan merupakan obyek utama hermeneutikanya
2.      Hermeneutika Goerg Gracia
Menurut Gracia taks merupakan entitas historis, dalam arti bahwa teks itu diproduksi oleh pengarang atau muncul pada waktu tertentu dan tempat tertentu. Dengan demikian, teks itu selalu bagian dari masa lalu, dan ketika berinteraksi dengan teks, kita berperan sebagai historian dan berusaha mendapatkan kembali masa lalu.
C.    Aliran Subyektivis
Aliran subyektivis adalah aliran hermeneutika yang lebih menekankan pada peran pembaca atau penafsir dalam menenetkan makna teks atau obyek-obyek penafsiran lainnya. Pada dasarnya, di dalam aliran subyektivis inii terdapat banyak aliran-aliran kecil, uakni Strukturalise, pasca-Strukturalisme, Reader-ResponseCritism dan Dekonstruksi.  Ferdinan de Saussure, pendiri Linguistik strukturalis, mengatakan bahwa kita bias saling memahami hanya karena kita sepakat dengan arti dari kombinasi-kombinasi suara ( kata dan kalimat ).
  • RELEVANSI HERMENEUTIKA DALAM PENGEMBANGAN

ILMU TAFSIR/ULUMUL QUR’AN

Pada abad modern ide perpadauan beberapa disiplin ilmu ini kembali muncul di kalangan sarjana-sarjana muslim yang antusias dengan pengembangan keilmuan Islam. Amin Al-Khuli, seorang pemikir islam dari mesir yang sangat berpengaruh pad awal abad 20 khususnya daam bidang pembaruan ilmu tafsir, misalnya mengemukakan ide perlunya menggunakan teori-teori sastra modern, disamping ilmu tafsir klasik, dalam menafsirkan Al-Qur’an.  Fazlur Rahman mengemukakan teori doble movement ( gerakan ganda ) dalam penafsiran Al-Qur’an. Semua ini menunjukan bahwa pemikir-pemikir tersebut memandang penting adanya perpaduan ilmiah untuk menempurnakan disiplin ilmu keislaman.

A.    Argumentasi Visibilitas Hermeneutika untuk diintegrasikan ke Dalam Ilmu tafsir
Ide-ide hermenutika dapat diaplikasikan kedalam ilmu tafsir, bahkan dapat memperkuat metode penafsiran Al-Qur’an. Asumsi ini didasarkan atas bebrapa argumentasi sebagai berikut :
Pertama, secara terminology, dalam arti ilmu hermeneutika adalah seni menafsirkan Kedua, yang membedakan antara keduanya, selain sejarah kemunculannya, adlah ruang lingkup dan pebahasannya. Ketiga, dalam hal ini mungkin orang meragukan ketepatan penrapan hermenutika dalam penafsiran Al-Qur’an,namun bahsa yang digunakan untuk mengkomunikasikan pesan ilahi kepad umat manusia adlah bhasa manusia yang bias diteliti baik melalui hermeneutika maupun ilmu tafsir.


B.     Kemiripan Aliran Hermeneutika Umum Dan Tipologi Pemikiran Tafsir Kontemporer
v  Pertama,pandangan quasai obyektivis tradisionalis adalah suatu pandangan bahwa ajran-ajarn Al-Qur’an harus dipahami, ditafsirkan dan diaplikasikan pada situasi.
v  Kedua, pandangan quasi obyektivis modernis, memiliki kesamaan dengan pandangan quasai obyektivis tradisionalis dalam hal bahwa mufassir dimassa kini tetap berkewajiban untuk menggali makna asal dengan menggunakan disamoing oerangkat metodis ilmu tafsir juga perangkat metodis ilmu lain.
v  Ketiga, pandangan subyektivis  berbeda dengan pandangan-pandangan tersebut diatas, pandangan ini lebih menegaskan bahwa setiap penafsiran sepenuhnya meruoakan subyektivitas penafsir, dank arena itu kebenaran interpretative bersifat relatif.

C.     Signikansi Hermenutika Bagi Pengembangan Ilmu Tafsir/Ta’wil
1.      Signikansi Hermenutika Gracia dalam studi penafsiran al-Qur’an. Melihat teori dan metode hermenutika Gracia yang telah dikemukakan sebelumnya, ternyata teorinya bisa digunakan dalam mengembangkan performance Ulumul Qur’andengan cara :
v  Membangun UlumulQur’an yang Sophisticated dan Filosofis. Akhir-akhir ini jarang kita temukan tentang ilmu trafsir yang filosofis. Di pihak lain, hal ini, yang bias diistilahkan dengan philosofica hermeneutics, yakni cabang dari hermeneutika umumyang membahas tentang hal-hal yang mendasari paraktik penafsiran dan metode penafsiran.
v  Memperkuat Etika dalam penafsiran
2.      Elaborasi Kesesuaian Hermeneutika Gadamer dengan aspek-aspek Ulumul Qur’an.
a.       Teori kesadaran sejarah dan teori prapemahaman dan kehati-hatian dalam menafsirkan teks al-Qur’an dan tidak menafsirkannya sesuai dengan kehendaknya yang semata-mata berasal dari prapemahaman yang telah dipengaruhi oleh sejarah.
b.      Teori Fusion of Horizon dan Dirasat ma hawla al-Nashsh. Dengan teori ini Gadamer menegaskan bahwa dalam proses penafsiran terdapat dua horizon utama yaitu, horizon teks dan horizon penafsir.

c.       Teori Aplikasi dan Interpretasi Ma’nacum-Maghza. Teori yang dikemukakan Gademer, mebnegaskan bahwa setelah seorang penafsir menemukan makna yang dimaksud dari sebuah teks, dia lalu melkukan pengembangan penafsiran atu reaktualisai/reinterpretasi dengan tetap memperhatikan kesinambungan ‘makna baru’ ini dengan makna asal sebuah teks.
Unknown

Unknown

1 komentar:

  1. kak mau tanya aliran2 hermeneutik referensinya dari mana ya? trims

    BalasHapus

silahkan coret-coret

Diberdayakan oleh Blogger.